Saturday, March 28, 2009

Membangun Generasi "Technopreneurship"

    Di Susun Oleh:

Arip NurahmanDepartment Pendidikan Fisika, FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia&Follower Open Course Ware at MIT-Harvard UniversityU.S.A.


    On Entrepreneurship From: 








































Peristiwa dan Kegiatan
Seminar "Technopreneurship : Mandiri bersama Teknologi"

When
30 Juni 2008
Where
Aula Barat ITB
Organizer
Teknik Fisika 2007
Category
ITB
Participant
Mahasiswa dan Umum
Description
Seminar "Technopreneurship : Mandiri bersama Teknologi", mendatangkan sebagai pembicara :

Dr. Onno W. Purbo (Pakar Teknologi Informasi)

Dwi Larso, PhD (CIEL – SBM ITB)

Rendy Maulana (Entrepreuner, SBM ITB 2004)



Waktu dan Tempat Kegiatan :

Senin, 30 Juni 2008

pk. 08.00 - 12.00

Aula Barat ITB

Jalan Ganesa 10 Bandung 40132



Biaya Registrasi:

Rp.10.000 (pelajar dan mahasiswa)

Rp.25.000 (umum)



Penjualan tiket mulai tanggal 23 Juni 2008 di Selasar Labtek VI depan Himpunan Mahasiswa Fisika Teknik (HMFT) atau langsung saat hari acara.



Fasilitas :

Snack

Sertifikat

Seminar Kit

Pendaftaran : Niken (0856 24 011 022)

Format SMS : Nama_instansi/fakultas/sekolah_no.kontak

BANDUNG, itb.ac.id – Pada hari Senin (30/6) telah berlangsung seminar Technopreneurship “Mandiri Bersama Teknologi” yang diprakarsai oleh mahasiswa Teknik Fisika Angkatan 2007. Seminar berlangsung di Aula Barat ITB dari pukul 9.00 sampai dengan pukul 12.00 WIB. Hadir sebagai pembicara pada seminar ini, Onno W. Purbo, pakar internet Indonesia, Dwi Larso, ketua Center For Innovation, Entrepreneurship, and Leaderdship (CIEL) ITB, serta Rendy Maulana, entrepreneur muda di bidang web hosting.



Pada sesi pertama seminar ini, Rendy Maulana menjelaskan mengenai pengalamannya mengenai usaha yang telah dirintisnya baru-baru ini. Rendy memulai usahanya sejak masih menjadi mahasiswa. Ada banyak sekali tips yang diberikan oleh Rendy bagi para mahasiswa yang berminat untuk memulai usahanya sendiri, terutama yang berhubungan dengan dunia internet. Di dalam dunia bisnis dan entrepreneurship, satu tambah satu belum tentu dua, karena ada resiko yang harus ditanggung oleh para pengusaha, namun justru hal itu yang menguji mental seorang pengusaha. Rendy baru saja menyelesaikan tugas akhirnya beberapa bulan yang lalu, sekaligus menghapuskan anggapan salah yang banyak berkembang di masyarakat bahwa entrepreneur sukses harus orang-orang “drop out” kuliah.



Pada sesi kedua, Dwi Larso memberikan presentasi mengenai konsep-konsep bisnis secara umum. Selain menjabat Ketua CIEL ITB, Dwi juga merupakan dosen SBM ITB. Dwi menyayangkan keadaan yang terjadi di Indonesia, terutama mengenai kesadaran untuk berwirausaha. Banyak sekali kaum intelektual yang diwakili oleh mahasiswa lebih banyak yang cari aman saja, yaitu dengan bekerja kepada orang lain. Hal ini disebabkan oleh paradigma yang umum terdapat di masyarakat, bahwa kuliah mengharuskan seseorang menerapkan ilmunya di dunia kerja. Dwi juga mengungkapkan bahwa keadaan yang lebih menyedihkan lagi adalah 95% usaha yang ada di Indonesia merupakan usaha kecil, sedangkan 5% lagi adalah usaha tingkat besar. Hal ini otomatis menyisakan hampir 0% usaha yang berada di tingkat menengah. Padahal, kriteria sebuah negara berkembang yang baik, memerlukan setidaknya ada 10% usaha yang berada di tingkat menengah. Hal ini lagi-lagi berkaitan dengan sikap mental dari para pengusaha yang harus dilatih agar berani mengembangkan usaha kecilnya menjadi lebih besar.



Sedangkan Onno W. Purbo memaparkan secara lebih spesifik mengenai perkembangan teknologi informasi dan internet, khususnya di Indonesia. Onno mengakui bahwa dirinya sekarang adalah mantan dosen, tetapi masih tetap mengajar, dan lingkup ajarannya mencakup lebih banyak lagi orang karena perangkat yang digunakannya, yaitu internet. Internet memang sangat penemuan yang sangat dahsyat, namun jadikanlah internet hanya sebagai perangkat bantu, bukan segalanya. 


Onno yang juga salah seorang pendukung teknologi open source, menjelaskan bahwa sebenarnya orang Indonesia memang miskin-miskin, tapi tidak bodoh. Namun justru karena kemiskinan yang mendera masyarakat Indonesia, menjadikan orang-orang Indonesia sangat kreatif. Teknologi-teknologi yang berkembang di dunia internet, seperti jaringan internet RT/RW (RT/RW net), wajan-bolic, telepon murah (VoIP), semuanya tercipta karena biaya teknologi internet yang dulu mahal, sehingga menuntut orang Indonesia untuk kreatif. Hasilnya, bukan hanya orang Indonesia saja yang ingin menikmati teknologi ini, namun orang-orang di seluruh dunia juga ingin menikmatinya. Sebagai akibatnya, Onno banyak bepergian ke luar negeri untuk memberikan workshop kepada orang-orang luar negeri yang ingin mempelajari teknologi ini. 


Beberapa negara yang pernah dikunjungi Onno dalam rangka membagikan ilmunya adalah Bhutan, Denmark, Malaysia, Pretoria, dan Kanada. Menurut Onno, inti dari segalanya bukanlah keinginan untuk mencari rezeki. Namun, keinginan untuk membagikan pengetahuan kepada orang banyak, semakin banyak yang kita bagikan, semakin banyak pula pahala yang kita dapatkan. “Jangan takut, karena kalkulator yang di- Atas tidak pernah salah”, kata Onno.



Seminar Technopreneurship yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa ini ditutup dengan sesi tanya jawab. Cukup beragam pertanyaan yang diberikan kepada para pembicara, menandakan kesadaran untuk mulai berwirausaha sejak dini telah tertanam di benak mahasiswa.


Entrepreneurship

In his book titled “Innovation and Entrepreneurship”, Peter F. Drucker describes an entrepreneur as not just someone who starts his own, new and small business: You can be a corporate employee and still be entrepreneurial. He further states that not every new small business is entrepreneurial because entrepreneurship is the practice of consistently converting good ideas into profitable commercial ventures. This excludes that umpteenth lechon manok restaurant that opened downtown or that new sari-sari store that’s the 25th to open within a 200-meter radius but includes McDonald’s for (profitably) transforming fast food into what it is today.
Innovation

In the same book, Prof. Drucker challenges common knowledge by showing, through real-world examples, that innovation does not have to be technical, and does not have to be a “thing” altogether. Rather, he defines innovation as the systematic act of turning “something” (product, idea, information, technology, etc.) into a resource that is of high value to its target market. He cites the example of transforming bauxite–formerly considered a nuisance because it did nothing but make land infertile–to aluminum which is now considered important to the world economy because of its many applications.
Technology

Technology is not necessarily “hi-tech”, indeed does not always have to be technical. Technology is simply defined as applications of knowledge to human work. Thus accounting, Economic Order Quantity, word-of-mouth marketing, and well-defined mentoring programs are all technologies.
What is technopreneurship then?As I understand it, technopreneurship is, by a large part, still entrepreneurship. The difference is that technopreneurship is either involved in delivering an innovative hi-tech product (e.g. Intel) or makes use of hi-tech in an innovative way to deliver its product to the consumer (e.g. eBay), or both (e.g. most pharmaceutical companies).